Membahas tentang kecerdasan buatan atau AI memang tidak akan ada habisnya. Selama tanpa ada regulasi yang ketat, penipuan AI akan terus menjadi-jadi. Bahkan, penipuan ini akan semakin buruk ke depannya.
Di tangan yang tepat, kehadiran AI sebenarnya akan dapat membantu manusia dalam berbagai aktivitas. Namun—ibaratnya seperti pedang bermata dua—AI dapat disalahgunakan untuk berbagai tindak kejahatan.
Perlahan-lahan, akan semakin banyak orang yang memberikan kesadaran mengenai penipuan dengan AI. Anda sebagai pengguna internet, juga perlu memahami seperti apa modusnya, dan apa solusi yang bisa dilakukan.
Potensi Penyalahgunaan Artificial Intelligence
Meski kelihatan biasa saja, AI merupakan teknologi yang bisa disalahgunakan Hal ini dikarenakan AI memiliki kemampuan machine learning yang terus belajar dan berkembang, untuk mengeksekusi perintah apa saja.
Dalam perbankan misalnya, AI dapat mengecoh sistem autentikasi dengan membuat deepfake wajah korban. AI juga bisa membantu peretas untuk mencuri kata sandi akun, dengan menggunakan signal keylogging.
Di luar masalah perbankan, AI juga dapat dipakai untuk melakukan phishing dan scam dengan meniru selebriti atau influencer. Tanpa adanya wawasan mengenai penipuan AI, orang awam akan sangat mudah terjebak.
AI juga dapat memanipulasi informasi dan konten, seperti pada teori zaman dahulu yang dikenal sebagai dead internet theory. Teori ini memberi gagasan bahwa di masa depan, mayoritas pengguna internet serta juga konten-kontennya, adalah AI/bot.
Ketiga contoh ini, hanya salah satu dari sekian potensi penyalahgunaan AI yang bisa dirasakan oleh semua orang. Karena itu, berbagai negara mulai mengetatkan aturan mengenai AI agar menciptakan dunia digital yang aman.
Jenis-Jenis Penipuan AI
Untuk mengantisipasinya, Anda perlu belajar bagaimana AI dapat digunakan untuk menipu dan menjebak korban. Berikut berbagai penipuan teknologi AI, dan seperti apa caranya bekerja:
Manipulasi Konten dengan Deepfake
Sebelum era generative AI, deepfake sudah lama beredar. Deepfake awalnya dipakai untuk konten eksplisit, penipuan, hingga propaganda. Dengan AI, kemampuan deepfaking bahkan dapat menjadi lebih susah untuk dibedakan.
Jika membicarakan skala kecilnya, siapa saja dapat memakai deepfake untuk membuat foto atau video eksplisit korban, untuk menjatuhkan nama baik. Singkatnya, begini cara penipuan deepfake bekerja:
- Pelaku meng-upload foto korban yang bersih tanpa dihalangi objek, dan media yang ingin dibuat deepfake-nya.
- Foto korban akan diproses dengan auto-encoder dari neural network. Ini akan membuat latent face yang dapat dikonstruksi ulang nantinya.
- Dengan decoder, neural network akan mengkonstruksi ulang latent face ke base media tadi.
- Konten deepfake dengan wajah korban tinggal disebarkan atau dipakai untuk keperluan pelaku.
Manipulasi Suara dengan Voice Cloning
Bayangkan jika suara Anda ditiru dengan bagus oleh AI. Meski tampak tak masuk akal, voice cloning sudah ada. Kini voice cloning dipakai untuk bahan lelucon, hingga penipuan.
Untuk menggunakan voice cloning, pelaku perlu mendapatkan rekaman suara korban terlebih dahulu. Baik dengan mencari jejak digital korban, atau diam-diam merekam dari perangkat korban dengan malware.
Hasil rekaman ini dipelajari AI dengan generator model, untuk dibuatkan konten berisi suara korban. Korban tidak akan tahu, jika suaranya sudah dipakai untuk berbagai penipuan AI suara yang memakai rekayasa sosial.
Penipuan Menggunakan Chatbot
Chatbot awalnya digunakan oleh perusahaan untuk membantu customer yang membutuhkan bantuan. Naasnya, ada juga chatbot palsu yang dibuat untuk kepentingan berikut:
- Menjadi customer support palsu. Sepintas, korban akan ditanyai tentang informasi akun yang konfidensial, alih-alih membantu. Ibaratnya seperti membantu dengan niat tertentu.
- Pencurian identitas. Chatbot dapat mengumpulkan informasi dari korban, lalu memakainya untuk menipu orang lain. Korban akan dituduh sebagai penipu atas hal yang dia tidak lakukan.
- Menyebarkan malware. Saat sesi customer support, chatbot yang tampaknya resmi akan memberikan tautan atau file. Lalu korban yang tidak tahu akan langsung menurut saja.
Penyebaran Hoaks atau Informasi Palsu
Tahun lalu, internet sempat heboh dengan foto Paus Fransiskus yang menggunakan jaket putih mahal. Meski sudah dikabarkan bahwa foto ini dimanipulasi dengan AI, butuh waktu lama bagi netizen untuk menyadarinya.
Jadi bayangkan saja, hoaks yang dibalut dengan AI seperti ini bisa mengelabui banyak orang. Hoaks yang dulu hanya informasi singkat yang disebarkan, kini dapat berupa media yang dapat dimanipulasi.
Yang hanya mereka butuhkan adalah situs generative AI seperti Midjourney contohnya, lalu membuat prompt. Selain foto, pelaku juga bisa membuat video atau audio dengan AI untuk berbagai macam penipuan.
Cara Menghindari dan Mengatasi Penipuan AI
Semua pembahasan tentang kecerdasan buatan ini, mungkin membuat Anda khawatir dengan penipuan AI. Untungnya, masih ada cara yang bisa Anda lakukan, untuk menghindari penipuan dengan AI:
1. Menyikapi Konten di Internet dengan Hati-Hati
Kalimat “jangan percaya apapun yang dilihat di internet” terbukti benar, hingga era AI saat ini. Sebagai pengguna internet yang bijak, Anda perlu lebih cermat dengan berita dan informasi yang disebarkan di internet dengan:
- Selalu verifikasi informasi terlebih dahulu. Terutama info yang disebarkan melalui aplikasi messenger dari user ke user.
- Selalu berpikir kritis terhadap konten yang tidak biasa. Tanya pada diri sendiri apakah ini mungkin, apakah ini nyata, lalu cari tahu kebenarannya.
- Selalu tunggu hingga ada informasi tambahan. Contohnya seperti kolom Fact-check (di Facebook) dan “Readers added context” (di X/Twitter).
2. Mengetahui Adanya Tindakan Phishing
Mengetahui phishing memang mudah, namun tidak jika phishing tersebut sudah dibalut dengan kemampuan AI. Untungnya, selama AI masih terkesan seperti robot, ada tanda-tanda yang bisa Anda cermati dari phishing AI:
- Permintaan yang mendadak dan tidak biasa. Contohnya, teman yang mendadak minta transfer duit dalam jumlah besar. Anda bisa memastikan dengan menelepon mereka.
- Chatbot yang muncul dan meminta informasi pribadi. Segera cross-check terlebih dahulu apakah memang chatbot tersebut dari layanan resmi.
- Orang tak dikenal meminta video call. Ini bisa jadi bagian dari penipuan video call AI, untuk merekam wajah dan suara Anda saat sesi video call.
3. Melindungi Informasi Data Pribadi
Informasi yang sensitif dapat dipakai untuk bahan penipuan AI. Karena itu, Anda perlu melindungi data Anda sendiri di media sosial dengan cara berikut:
- Gunakan semua pengaturan keamanan yang tersedia. Misalnya dengan multi-factor authentication (MFA) seperti OTP. OTP atau one time password akan membantu Anda dari pencurian data yang dapat disalahgunakan dengan AI tools.
- Simpan semua data penting menggunakan layanan cloud. Hal ini dapat melindungi data dari malware yang diam-diam sudah ada di perangkat Anda.
- Hindari membeberkan informasi pribadi di media sosial. Termasuk alamat, no. pribadi, dan hal-hal lain yang bersifat sensitif.
4. Memberikan Edukasi kepada Diri Sendiri dan Masyarakat
Jangan berhenti untuk memperkaya diri dengan wawasan. Selama dunia terus berkembang, Anda juga perlu mengikuti berita mengenai dunia yang sedang melawan penyalahgunaan AI.
Informasi yang diterima pun tidak harus dikonsumsi sendiri. Dengan memberikan awareness mengenai penipuan berbasis AI, akan semakin banyak orang yang selamat dari target penipuan dengan AI.
Penipuan AI mungkin terlihat mengkhawatirkan dan membuat pikiran Anda tidak tenang. Namun jangan khawatir. Dengan antisipasi yang cukup, Anda akan dapat melindungi diri dari keganasan teknologi yang disalahgunakan.