Verifikasi dan validasi merupakan dua proses yang terlihat sekilas sama, namun secara praktisi jelas berbeda. Secara umum, dua kata ini dapat digunakan dalam berbagai macam hal, salah satunya adalah identitas digital.
Saat menggunakan aplikasi atau platform tertentu, seringkali ditemui istilah verifikasi maupun validasi. Umumnya, para pengguna tidak terlalu memperdulikan hal tersebut dan langsung mengikuti instruksinya.
Hal ini cenderung membuat banyak masyarakat awam yang kurang mengerti, apa perbedaan dari dua proses tersebut. Maka itu, artikel ini akan menjelaskan arti dari keduanya supaya tidak salah mengartikan.
Mengenal Apa itu Verifikasi dan Validasi
Untuk memahami artinya keduanya, mari cek KBBI terlebih dahulu. Di sini tertulis bahwa verifikasi adalah pengecekan mengenai kebenaran laporan atau pernyataan. Sementara itu, validasi adalah pengesahan, atau pengujian kebenaran atas sesuatu.
Jika disimpulkan, verifikasi adalah proses pembuktian dari kebenaran sebuah pernyataan. Lalu validasi adalah proses pembuktian jika data yang diinput adalah sah.
Kedua proses ini banyak diimplementasikan dalam sehari-hari. Mulai dari dokumen, transaksi, sistem komputer, perangkat lunak, hingga hal lain yang membutuhkan pengecekan data maupun informasi penting.
Dalam identitas digital, verifikasi dan validasi data diperlukan untuk mengakses layanan atau rekening. Kedua sistem ini dipakai saat pengguna ingin menggunakan layanan aplikasi atau platform, yang melibatkan pemakaian data sensitif.
Apa Perbedaan Verifikasi dan Validasi dalam Identitas Digital?
Meski serupa tapi tak sama, keduanya saling melengkapi untuk memastikan identitas digital seorang pengguna. Apabila masih belum memahami beda verifikasi dan validasi, berikut dua faktor yang menjadi pembedanya:
1. Tindakan yang Dilakukan
Perbandingan verifikasi vs validasi yang paling jelas, dapat dilihat dari seperti apa tindakan yang dilakukan. Maksud dari tindakan adalah apa yang harus pengguna aplikasi atau layanan lakukan untuk dapat mengakses.
Dalam proses verifikasi, Anda akan perlu membuktikan identitas mengenai data diri, tempat tinggal, dan hal pribadi lainnya. Pendaftar akan melampirkan dokumen seperti foto KTP dan KK sebagai persyaratan.
Selain data pribadi, nomor telepon juga dapat menjadi syarat verifikasi, supaya dapat dikirimkan kode one-time password (OTP). Tujuan OTP ini adalah untuk memastikan keamanan akun yang ingin dibuat atau diakses.
Sementara proses validasi, Anda akan perlu membuktikan jika yang meng-input data pribadi Anda memang Anda sendiri. Untuk pembuktian biasa dilakukan dengan menggunakan beragam model biometrik, atau sekedar PIN.
2. Kapan Melakukan Tindakan
Waktu juga menjadi salah satu penanda apa beda verifikasi dan validasi. Secara jelas, saat melakukan pendaftaran akun akan ada urutan proses yang perlu ditempuh untuk dapat menyelesaikan pendaftaran:
- Mula-mula, Anda akan melakukan Sign Up dengan mencantumkan nama akun dan email yang digunakan.
- Selanjutnya, Anda akan perlu melakukan verifikasi dengan mencantumkan data pribadi dan informasi lainnya.
- Habis itu, Anda akan diminta membuktikan diri dengan biometrik wajah, sambil mengikuti instruksi.
- Setelah akun dibuat, setiap kali Anda ingin melakukan transaksi, Anda perlu validasi dengan input kode OTP atau PIN.
Dari urutan di atas, dapat disimpulkan jika verifikasi selalu dilakukan dahulu, baru validasi. Selain itu, verifikasi dilakukan secara real-time saat pendaftaran, sementara validasi dilakukan saat memilih opsi tertentu.
Contoh Penerapan Verifikasi dan Validasi dalam Dunia Digital
Proses verifikasi maupun validasi biasa ditemukan di dunia nyata, sebelum internet menjadi hal umum. Namun seperti apa hal yang menerapkan kedua proses ini dunia digital? Perhatikan contoh penerapan verifikasi & validasi berikut:
- Dalam pembuatan akun. Proses verifikasi mengharuskan pemakai baru melampirkan data pribadi untuk melewati prosesnya. Sementara itu validasi mengecek jika lampiran tersebut sesuai dengan si pemakai.
- Dalam pengembangan software. Verifikasi berfungsi sebagai quality assurance, yang mengharuskan pengecekan software dari segala aspek. Sementara validasi mengkaji ulang software untuk menemukan bug sebelum dirilis.
Meski dua hal tersebut berbeda, penerapan verifikasi maupun validasi tetap sama. Selalu verifikasi dahulu sebelum validasi, dan kegunaannya juga berbeda tergantung dari apa yang ingin dicek dan diuji.
Pentingnya Verifikasi dan Validasi dalam Identitas Digital
Verifikasi dan validasi adalah dua hal penting yang saling melengkapi. Dua proses ini adalah bagian dari keamanan bagi pendaftar akun, yang memberikan data mereka ke perusahaan. Jadi, manfaatnya adalah:
- Melindungi data sensitif. Proses verifikasi maupun validasi, cenderung menggunakan biometrik dan OTP yang dapat meminimalkan potensi akun terkena retas dari hacker.
- Membangun kepercayaan pelanggan. Pelanggan atau pengguna akun yang merasa aman dengan layanan, akan tetap menggunakan layanan tersebut untuk waktu yang lama.
- Mencegah penipuan identitas. Keamanan yang tinggi dari verifikasi serta validasi, akan menjaga data pribadi yang bisa disalahgunakan untuk penipuan identitas (identity fraud).
Bahaya Penipuan Deepfake saat Proses Verifikasi dan Validasi
Saat membahas tentang apa perbedaan verifikasi dan validasi, di atas tertulis bahwa kedua proses ini dapat mencegah penipuan identitas. Meski begitu, belum tentu kedepannya dua proses ini terjamin aman.
Pasalnya, ada yang dinamakan dengan penipuan deepfake, yakni penipuan identitas yang menggunakan teknologi AI deepfake. Deepfake—yang merupakan lakuran (portmanteau) dari deep learning dan fake—dapat digunakan untuk meniru wajah dan suara orang.
Baca Juga: 10 Cara Mengatasi Ancaman Deepfake dalam Dunia Digital
Untuk melakukannya, deepfake akan memanfaatkan kemampuan AI untuk menciptakan suara dan audio, berdasarkan data korban yang ada. Kemudian data tersebut diproses dan direka ulang sesuai dengan input yang diinginkan.
Jadi, bayangkan apabila sebuah layanan aplikasi atau platform yang membutuhkan biometrik wajah atau suara. Siapapun dapat memakai teknologi deepfake untuk dapat melakukan dua penyerangan berikut:
1. Presentation Attack
Mulai dari pertama yaitu presentation attack, disebut juga sebagai spoofing. Model penyerangan ini cukup simpel: pelaku mencoba mengakses akun korban menggunakan wajah, topeng, atau suara hasil teknologi deepfake.
Untuk melakukan ini, pelaku perlu mengetahui informasi akun korban. Cara klasiknya dengan rekayasa sosial atau phishing yang menjebak. Setelah itu, baru pelaku akan mencoba verifikasi dengan bantuan deepfake.
Biasanya pada aplikasi seperti mobile banking, nasabah akan diminta melakukan ekspresi seperti mengedipkan mata atau membuka mulut. Deepfake ini sayangnya masih bisa membuat gerakan wajah.
Setelah pelaku berhasil mengelabui sistem verifikasi, mereka akan dapat mencuri informasi data pribadi, hingga mengambil semua saldo korban. Yang rugi tidak hanya korban, namun juga perusahaan fintech yang terlibat.
2. Injection Attack
Selanjutnya yang lebih sulit dan kompleks yaitu injection attack. Untuk melakukan ini, pelaku akan menginjeksi SQL injection atau deepfake injection ke perusahaan yang menjadi target. Apa bedanya?
- SQL injection adalah penanaman SQL ke login form korban. Hal ini bertujuan untuk mengakses informasi login korban.
- Deepfake injection adalah cara melewati proses verifikasi biometrik. Caranya dengan mengelabui sistem perekaman data biometrik, lalu menginjeksi data deepfake ke server biometrik, agar data tersebut dianggap valid.
Meski penjelasan dua jenis serangan deepfake tersebut terdengar mengkhawatirkan, perusahaan yang elit sudah memiliki proteksi terhadap penipuan deepfake. Kedepannya, akan semakin banyak perusahaan yang memakai proteksi ini.
Kesimpulannya, verifikasi dan validasi artinya prosedur identifikasi yang berupaya menjaga identitas pribadi. Anda akan memahami, jika kedua proses ini hanyalah sekedar lapisan keamanan yang ingin membuat dunia digital menjadi lebih aman.